Mau adalah ucapan yang dilontarkan seseorang ketika menginginkan sesuatu. Mau juga merupakan ungkapan kata yang diutarakan ketika seseorang ditawari sesuatu, entah barang, makanan, maupun pekerjaan dan hal lainnya yang mengandung pertanyaan dengan jawaban ‘Mau’. Satu kata pendek namun memiliki makna sehingga maunya saya, kamu, dia, dan mereka tentunya akan berbeda satu sama lain.
Jika seseorang mengatakan mau hanya sekadar mau biasa atau mau tapi malu, maka maunya dia hanya sebatas mau tanpa ada hal lain di belakangnya. Sebagai contoh, dalam sebuah pertemuan seorang pembicara atau pembina mengatakan kepada hadirin atau audiensnya dengan pertanyaan simple, “Apakah kalian mau uang?” Zaman sekarang siapa yang tidak mau uang, apalagi ditawarkan secara cuma-cuma, tanpa harus melakukan inilah itulah. Lebih senang lagi ketika tiba-tiba tanpa sebab atau pun tanda-tanda seorang ketua yayasan membagi-bagikan uang kepada hadirin dalam sebuah pertemuan. Tentunya senang dan bahagia tak terkira mendapatkan rejeki yang tak disangka dan tak diduga.
Itu baru di dunia dan manusia yang memberi serta berbagi kebahagiaan, apalagi jika Allah Swt. yang secara langsung memberikan bahagiaan atau apa yang diinginkan melalui terkabulnya doa-doa yang dipanjatkan. Masya Allah… tentu senangnya tak terkira.
“Barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rejeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allaj niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At Talaq 65:2-3)
Inilah gambaran bahwa siapapun akan merasa senang ketika mendapatkan sesuatu secara cuma-cuma dan tiba-tiba. “Mimpi apa saya semalam?”, mungkin orang akan mengatakan itu. Namun tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah, ketika harus terjadi maka jadilah, “Kun Fayakuun.” Tak ada yang mampu menghalangi ataupun mencegah ketentuan yang sudah Allah takdirkan untuk manusia. Maka ketika seseorang secara tiba-tiba mendapatkan musibah, bencana atau hal lainnya di luar nalar manusia, itulah ketentuan Allah yang tidak bisa dicegah apalagi dihentikan. Tidak hanya musibah atau pun bencana, ketika seseorang mendapatkan secara tiba-tiba kebahagiaan pun semua itu sudah ditakdirkan Allah Swt. hanya cara dan jalannya saja yang berbeda.
“Ketika Allah hendak memuliakan seorang hamba, maka Allah ciptakan kesulitan baginya sehingga ia akan bahagia ketika berhasil melewatu kesulitan tersebut. Seperti seorang hamba yang bahagiia masuk surga setelah berhasil melewati kesulitan kematian, kebangkitan, hisab, dan melintas di atas sirath” (Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah).
Berkaitan dengan kata ‘mau’ yakni sebuah ekspresi atau jawaban nyata seseorang ketika ditawarkan sesuatu, maka ‘mau’ di sini bukan sekadar ‘mau’ tanpa ekspresi, melainkan ‘mau’ yang tentunya harus dibarengi dan aksi atau tindakan untuk mewujudkan apa yang dimau atau diinginkan. Jika ‘mau’ hanya sekedar ‘mau’ tanpa aksi nyata atau bukti perbuatan yang dilakukan, maka yang ada bukan hasil yang dicapai sesuai keinginan, melainkan mungkin kekecewaan yang dirasakan. Ketika seorang pembicara atau pembina mengajukan pertanyaan penawaran “kalian mau uang?”, hadirin hanya mengatakan ‘mau’ tanpa aksi atau bergegas maju menghampiri pembicara. Mereka hanya mengatakan ‘mau’, tapi diam di tempat. Sementara bagi mereka yang dengan sigap semangat menghampiri pembicara, akahirnya mendapatkan apa yang ditawarkan pembicara. Inilah arti kata ‘mau’ yang tidak sekadar ‘mau’, tetap ada aksi nyata di dalamnya. Tidak sekadar ‘mau’, tetapi tidak dibarengi usaha untuk mendapatkannya. Begitupun apa yang dilakukan oleh seorang ketua yayasan ketika secara tiba-tiba membagikan kebahagiaan bagi audiensnya atau yang hadir menempati posisi duduk paling depan. Hal ini secara tersirat menggambarkan bahwa sebelumnya di awal ketika acar akan dimulai, MC memerintahkan agar hadirin menempati posisi duduk paling depan. Bagi mereka yang ingin mendapatkan ilmu dan karena taat perintah dengan sigap memenuhi tepat duduk paling. Sementara bagi mereka yang mungkin terbiasa dan karena posisi duduk sudah nyaman, walaupun berkali-kali pembawa acara memerintahkan hadirin untuk menempati tempat duduk paling depan, mereka tak bergeming dan tetap memilih posisi duduk di belakang, bersandar santai yang menurutnya benar-benar enaknya, nyaman.
Gambaran atau contoh di atas hanyalah ilustrasi bahwa jika dikaitkan dengan perintah Allah Swt. dalam Al-Quran, ketika seseorang ingin mendapatkan apa yang diinginkan, dicita-citakan, diharapkan terjadi, maka berdoa dan berusahalah.
“Allah (sebnarnya) sudah tahu apa yang kita inginkan. Dia memberikan kita (kesempatan) berdoa agar kita dapat merasakan manisnya bicara kepada-Nya.”
Tidak hanya diam tanpa usaha apalagi diam tanpa berdoa, diamnya diam bak patung tanpa melakukan apa-apa. Manusia diberi akal dan pikiran, maka gunakan pemberian Allah Swt, tersebut dengan sebaik-baiknya. Tentunya perkembangan zaman pula menuntut seseorang untuk melakukan perubahan demi perubahan ke arah yang lebih baik, berkembang, dan maju. Pastinya tidak selamanya keadaan seseorang berada pada posisi enak dan nyaman. Dunia berputar, maka ada waktunya untuk manusia melakukan perubahan demi perubahan menuju lebih baik. Tidak berleha-leha apalagi karena sudah pada posisi nyaman akhirnya terbuai dengan kenyamanan tersebut sehingga menjadi manusia lalai, malas tanpa kreativitas dan sekadar mempunyai keinginan tanpa tindakan.
‘Maumu’ tak sebatas ‘mau’, tetapi aksi menjadi bukti bahwa ‘maumu’ memang benar-benar ‘mau’
Perjalanan rejeki tak bisa diduga dan dipaksakan. Kadang butuh waktu panjang tapi bisa juga ia dating secepat kilat. Bahkan saat baru terlintas saja dalam hati, ia bisa tiba-tiba dating. Kadang bisa terlepas lebih dulu dari genggaman, lalu ia kembali dengan cara yang ajaib karena sejatinya rejeki itu tahu alamat pemiliknya.
Ia serupa air, akan terus mengalir mencari pemiliknya meski bongkahan batu menghalangi. Ia akan mengumpulkann kekuatann untuk melampaui bebatuan itu karena apa yang menjadi milik seseorang, bagaimana caranya, tetap akkan sampai pada tangan pemiliknya.
Tak ada tempat untuk iri pada hati yang tawakkal karena ia yakin apa yang menjadi rejekinya akan sampai ke alamatnya. Tinggal lapangkan hati, luaskan penerimaan sebanyak-banyak rejeki yang Allah berikan baik lahir maupun batin. (Dikutip dari seorang penulis Irma Irawati dalam sumber https://t.me/semangatsubuh)
-wdr