
Ujian Tengah Semester bukan hanya tentang siapa yang mendapatkan nilai tertinggi, atau siapa yang paling cepat menyelesaikan soal. Bagi seorang guru matematika, STS adalah cermin—yang memantulkan proses belajar siswa selama ini, sekaligus mengajarkan nilai-nilai yang sering kali tidak tertulis di lembaran kertas ujian. Ia bukan sekadar soal benar atau salah. Ia adalah refleksi dari proses belajar, konsistensi latihan, serta cara menghadapi tekanan dan menyelesaikan masalah
Matematika sering dianggap sulit. Tapi justru dari situlah pelajaran berharga dimulai. Matematika mengajarkan tentang ketekunan. Ia mengajak untuk berpikir sistematis, melatih logika, dan tidak cepat menyerah ketika jawaban pertama salah.
STS hadir bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk menjadi titik jeda sejauh mana pemahaman sudah terbentuk. Mana konsep yang sudah dikuasai, dan mana yang perlu diulang kembali. Bagi guru, ini bukan soal nilai semata, tapi bagaimana guru bisa membantu siswa bertumbuh dan yang paling penting, semua siswa harus tahu: nilai ujian bukan ukuran akhir dari kecerdasan, melainkan yang jauh lebih penting adalah bagaimana semua siswa belajar, berusaha, dan bangkit lagi ketika gagal. Sama hal dalam hidup—yang terpenting bukan hanya hasil akhirnya, melainkan proses untuk sampai ke sana.
“Ujian matematika bukan hanya menguji kemampuan berhitung, tetapi juga membentuk karakter dan ketangguhan mental para santri”